Selasa, 16 Oktober 2012

obat - obatan stimulasi sistem saraf


OBAT – OBATAN YANG MENSTIMULASI SISTEM SARAF
I.            Deskripsi
Obat – obatan stimulan sistem saraf pusat adalah obat – obatan yang dapat bereaksi secara langsung ataupun secara tidak langsung pada SSP. Yang termasuk obat stimulant SSP adalah amphetamine, methylphenidate, pemoline dan cocaine. Stimulan yang paling ideal dan paling sering digunakan adalah dextroamphetamine ( Dexedrine ).
Obat – obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu :
1.         Merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya.
2.         Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak lansung memblokir proses proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan saraf- sarafnya.
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat luas ( merangsang atau menghambat secara spesifik atau secara umum ).
Kelompok obat memperlihatkan selektifitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu pusat nyeri tanpa pengaruh jelas.
II.            Klasifikasi Sistem Saraf Pusat
Obat yang bekerja terhadap SSP dapat dibagi dalam beberapa golongan besar, yaitu:
1.         Psikofarmaka ( Psikotropika ).
1)        Psikoleptika ( menekan atau menghambat fungsi fungsi tertentu dari SSP seperti hipnotika, sedativa dan tranquillizers, dan antipsikotika ).
2)        Psiko analeptika ( menstimulasi seluruh SSP, yakni antidepresiva dan psikostimulansia ( wekamin ).
2.         Untuk gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS ( multiple sclerosis ), dan penyakit Parkinson.
3.         Jenis yang memblokir perasaan sakit: analgetika, anestetika umum, dan lokal.
4.         Jenis obat vertigo dan obat migrain ( Tjay, 2002 ).
Umumnya semua obat yang bekerja pada SSP menimbulkan efeknya dengan mengubah sejumlah tahapan dalam hantaran kimia sinap ( tergantung kerja transmitter )
III.            Obat Perangsang Sistem Saraf Pusat
Namun Wibowo dan Gofir menyebutkan bahwa obat – obatan stimulan SSP memiliki efek sebagai berikut.
1.         Amfetamin
1)        Indikasi
Untuk narkolepsi, gangguan penurunan perhatian.
2)        Efek Samping
Euforia dan kesiagaan, tidak dapat  tidur, gelisah, tremor, iritabilitas dan beberapa masalah kardiovaskuler ( Tachicardia, palpitasi, aritmia, dll ).
3)        Farmakokinetik
Waktu paruh 4 – 30 jam, diekskresikan lebih cepat pada urin asam dari pada urin basa
4)        Reaksi yang merugikan
Menimbulkan efek – efek yang buruk pada sistem saraf pusat, kardiovaskuler, gastroinstestinal, dan endokrin.
5)        Dosis
Ø  Dewasa : 5 – 20 mg
Ø  Anak > 6 th : 2,5-5 mg/hari
 






Gambar 1.1 Contoh Obat Amfetami

2.         Metilfenidat
1)        Indikasi
Pengobatan depresi mental, pengobatan keracunan depresan SSP, syndrom hiperkinetik pada anak.
2)        Efek samping
Insomnia, mual, iritabilitas, nyeri abdomen, nyeri kepala, Tachicardia.
3)        Kontraindikasi.
Hipertiroidisme, penyakit ginjal.
4)        Farmakokinetik
Diabsorbsikan melalui saluran cerna dan diekskresikan melalui urin, dan waktu paruh plasma antara 1 – 2 jam.
5)        Farmakodinamik
Ø  Mula – mula = 0,5 – 1 jam
Ø  P = 1 – 3 jam,
Ø  L = 4 – 8 jam.
6)        Reaksi Yang Merugikan
Takikardia, palpitasi, meningkatkan hiperaktivitas.
7)        Dosis Pemberian
Ø  Anak           = 0.25 mg/kgBB/hr
Ø  Dewasa       = 10 mg 3x/hr
 





                          Gambar 1.1 Contoh Obat Metilfenidat
3.         Pemolin
1)        Menaikkan aktivitas katekolamin sentral.
2)        Menaikkan sintesis dopamine dan konsentrasi dopamin.
3)        Memperbaiki learning performace, atensi dan menurunkan impulsivitas.
IV.            Dosis penggunaan obat – obatan stimulasi system saraf pusat.
1.         Amfetamin dan dextroamfetamin.
Ø  Dewasa              : Narcolepsi PO 5 – 60 mg / h.
Ø  Anak > 6 tahun : Narcolepsi PO 5 mg/h saat awal, 5 mg/mg untuk dosis efektif. Sedangkan ADHD PO 5 mg sekali – 2 kali sehar awal, meningkat 5 mg / hr interval seminggu.
Ø  Anak 3 – 5 tahun           : ADHD PO 2,5 mg/hr meningkat 2,5 mg/h dalam seminggu.
2.         Methamfetamin
Ø  Dewasa                          : sama dengan amfetamin.
Ø  Anak < dan > 6 tahun    : narkolepsi tidak diberikan ADHD sama dengan amfetamin.
3.         Methilfenidate ( Ritalin ).
Secara kimiawi berhubungan dengan amfetamin dan dgunakan untuk menangani ADHD pada anak dan narcolepsi pada orang dewasa. Rintalin lebih poten dari pada kafein dan kurang poten dibandingkan dengan amfetami. Pada dewasa narcolepsy PO 10 – 60 mg/hr dalam 2 – dosis ( 20 – 30 mg/hr ). Anak 6 tahun dan usila ADHD dibeikan 5 mg twice a day meningkat menjadi 5 – 10 mg interval seminggu dan maksimun 60 mg/hari.
4.         Pemoline
Anak diatas 6 tahun diberikan 37,5 mg / hari PO dan meningkat 18,75 mg setiap interval seminggu dan maksimum dosis 112,5 mg / hari.
Stimulan yang diberikan short term ( 1 sampai 2 minggu ) menyebabkan
euphoria, optimis, perasaan “ senang “ secara umum dan meningkatkan perhatian. Efek lain yang mungkin muncul adalah anoreksia, insomnia, ansietas, iritabilitas, mengurangi kelelahan, meningkatkan tekanan darah, menurunkan depresi.
Pada penggunaan jangka panjang, amfetamin dapat menyebabkan waham, halusinasi, gangguan afek, aktivitas motorik berulang, dan nafsu makan berkurang. Sedangkan pemberian obat dosis tinggi secara berulang dapat menyebabkan pasien mengalami paranoid, peningkatan temperature tubuh dan irama jantung irregular bahkan dapat mengalami gagal jantung atau serangan jantung atau serangan yang mematikan.
Pemberian amfetamin yang berulang dalam jangka waktu lama menyebabkan berkurangnya cadangan katekolamin ( Prekursor Norepinefrin, dopamine dan serotonin ). Metamfenamin juga dapat menyebabkan terjadi pengurangan kepadatan dan jumlah neuron dilobus frontalis dan ganglia basalis.
Amfetamin dikonsumsi melalui oral, dihisap, supositoria dan dapat melalui injeksi. Pengaruh amfetamin tergantung pada jenis, jumlah dan cara menggunakannya. Dosis rendah sampai doses sedang amfetamin adalah 5 – 50 mg dan dikonsumsi oral. Dosis tinggi obat adalah lebih dari 100 mg biasanya intra veba.
Untuk dextroamfetamin dosis rendah adalah 2,5 – 20 mg sedangkan dosis tinngi adalah 50 mg. dosis toksis amfetamin sangat bervariasi, reaksi ebat dapat terjadi pada dosis 20 – 0 mg.
Efek Dextroamfetamin dimulai sekitar 60 sampai 90 menit pasca pemberian dan mencapai puncaknya sekitar 2 sampai 3 jam. Obat ini dimetabolisme dihati dan sebagian dibuang melalui urine, dengan proses selama 12 sampai 24 jam.
Kontra indikasi obat ini adalah arteriosklerosis, penyakit jatung simptomik, hipertensi moderate – severe, hipertiroid, hipersensitifitas, glukoma atau riwayat penyalahgunaan obat. Obat ini kontraindikasi pada 14 hari pertama setelah menghentikan penggunaan obat monoamine oxidase inhibator ( MAOI ) karena terapi MAOI merupakan predisposisi terjadinya peningkatan tekanan darah.
Oleh karena itu pasien harus diobservasi untuk mencegah terjadinya hipertensi krisis, pasien yang mengkonsumsi dextroamphetamin akan beresiko mengalami hipertensi, peningkatan tekanan intraocular, penyalahgunaan obat.
Stimulan tidak dapat dicampur dengan antidepresan atau obat                      Over – The – Counter ( OTC ) yang berisi dekongestan karena antidepresan dapat mempengaruhi efek stimulant dan kombinasi stimulant dengan dekongestan dapat menyebabkan terjadinya hipertensi yang membahayakan pasien dan dapat menyebabkan terjadinya irama jantung ireguler.
Pengawasan yang ketat terhadap pertumbuhan dan perkembangan perlu diberikan pada anak – anak yang mengkonsumsu amfetamin karena amfetamin meningkatkan sekresi hormone pertumbuhan. Demikian pula pada ibu hamil, amfetamin tidak dapat diberikan pada ibu hamil trimester pertama dan tidak diberikan pada ibu laktasi untuk mencegah abnormalitas pertumbuhan janin dan iritabilitas saat menyusui bayi.
V.            Fisiologi atau Patologi Obat Stimulan SSP
1.         Anatomi dan Fisiologi
CNS adalah organ yang bertanggung jawab dalam system control dan penjagaan fungsi – fungs kesadaran dan vegetative yaitu selera makan, rasa kenyang, atensi, arousal, aktivitas dan respirasi. Hipotalamus merupakan mediasi untuk rasa lapar ( selera makan ) dan rasa kenyang.
Mekanisme tidur dan bangun serta RAS ( Raeicular Activating System ) diatur di Pons, sedangkan kontrol respirasi terjadi di pons dan medulla. Obat stimulan mempengaruhi dopamine pada VTA ( Ventral Tegmental Area ) yang terletak pada bagian ventral otak tengah, Nac ( Nucleus Accumbens ) yang terletak pada bagian ventral otak depan, dan korteks prefrontal.
Stimulant SPP dapat memprofokasi kuat terjadiya peningkatan neurotransmuter dopamine, melepaskan norepinefrin walaupun tidak sekuat dopamine. Beberapa derivate amfetamin juga mempunyai potensi untuk melepaskan serotonin. Stimulant juga menurunkan reuptake neurotransmitter atau menghambat enzim post sinap yang menghasilkan tingginya respon post sinap, dan meningkatkan kesadaran. Mekanisme yang sama terjadi pada system saraf simpatis dimana obat seperti amfetamin bereaksi tidak langsung sebagai agonist adrenergik.
2.         Pathofisiologi
Dextroamphetamin mempunyai struktur kimia yang sama dengan tubuh yaitu monoamine sehingga pemberian dextroamphetamin menyebabkan meningkatkan jumlah kimiawi di otak yang akhirnya dapat menstimulasi keluarnya norepinefrin dan pada dosis tinggi menstimulasi dopamine.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya konstriksi pembuluh darah, peingkatan tekanan darah dan denyut jantung, peningkatan glukosa darah dan system respirasi. Peningkatan dopamine akan menyebabkan euphoria pada pasien.
Stimulant SSP indikasi untuk bermacam – macam penyakit dan kondisi seperti narcolepsy ADHD, obesitas, dan stimulasi respires. Narcolepsi adalah kondisi neurologis yang ditandai dengan gejala tidur gelombang cepat atau Rapid – Eye – Movement ( REM ). Gangguan tidur REM dapat berupa kataplexy ( kehilangan control motorik secara tiba – tiba dan singkat ), paralisis tidur, halusinasi hipnagogik, tidur abnormal – waktu timbulnya periode REM, dan gangguan tidur siang.
VI.            Stimulasi Respirasi
Keadaan hipekapni ( komplikasi postoperative pulmonal, depresi respirasi, COPD, bayi premature ) dapat mendepresikan susunan saraf pusat dan pusat respirasi sehingga diperlukan managemen farmakologik untuk menstimulasi SSP seperti kafein dan doxapram yang bereaksi langsung pada pusat pernafasan untuk menstimulasi ventilasi efektif dan mengembalikan kondisi hiperkapni menjadi kondisi normal.
ADHD ( Attention Deficit – Hyperactivity Disorder ) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan hiperaktifitas impulsive dan pola perhatian yang rendah dan persisten yang dialami lebih sering dan lebih berat dibandingkan dengan tingkat perkembangannya.
Beberapa penelitian menyebutkan  bahwa etiologi ADHD adalah defisinsi dopamine. Managemen penyakit ini biasanya pharmakoterapi dengan 1 atau lebih obat stimulan yang dapat meningkatkan konsentrasi dopamine sehingga meningkatkan konsentrasi dan perhatian serta menurunkan impulsive dan aktivitas yang tidak memiliki tujuan.
Belum lama ditemukan neurotransmitter peptide baru yang disebut Cocaine And Amphetamine Regulated Transcript ( CART ) yang mula – mula diidentifikasi sebagai mRNA ( karena suatu transcript ) yang jumlahnya meningkat pada penggunaan kokain dan amphetamine. Kemungkinan CART berperan dalam penyalahgunaan zat psikoaktif, pengendalian stress dan perilaku makan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa metamfetamin dapat menimbulkan kerusakan yang ireversibel pada pembuluh darah otak. Peneliti menemukan kada N – Acethyl Aspartate ( NAA )( Metabolit Neuron ) menurun dan menemukan kadar Choline Containing Compounds san Myoinositor  ( MI ) meningkat yang merupakan reaksi akibat kerusakan neuron karena metamfetamin.


ASUHAN KEPERAWATAN
I.            Pengkajian
Hal – hal yang perlu dikaji pada pasien dengan konsumsi oabt stimulant SSP adalah :
1.         Status Kesehatan
Kaji efek terapi, kaji adanya Aterosklerosis, penyakit Kardiovaskuler, Hipertensi, Hipertiroidisme, Hipersensitifitas yang diketahui, Glukoma, Agitasi, riwayat penyalahgunaan obat, atau riwayat penggunaan MAOI dan riwayat merokok.
2.         Kaji riwayat kehamilan dan laktasi.
Kaji usia pasien karena pasien yang sangat muda dan sangat tua akan berisiko terjadinya Agitasi dan Restlessnes. Kaji pertumbuhan anak.
3.         Gaya Hidup, Kebiasaan dan Diet.
Kaji riwayat penyalahgunaan obat dan alcohol, kaji pola makan, dan pola tidur.
4.         Lingkungan
Kaji tempat penyimpanan obat dan kaji keamanan pasien dan dimana pasien biasa mendapatkan obat.
5.         Budaya
Kaji budaya da terapi – terapi alternative pasien untuk menghindarkan interaksi obat – obatan yang dikonsumsi pasien.
II.            Diagnosa Keperawatan
1.         Gangguan pola tidur berhubungan dengan efek obat atau penggunaan kafein.
Hasil Yang Diharapkan
:
Pasien mempertahankan pola tidur normal dengan mempertahankan kebersihan saat tidur dan sedasi
2.         Keterlambatan pertumbuhan da perkembangan berhubungan dengan efek obat.
Hasil Yang Diharapkan
:
Pasien mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan normal.

3.         Resiko terjadi injuri
Hasil Yang Diharapkan
:
Pasien tidak mengalami injuri.
4.         Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penyalahgunaan amphetamine dan anoreksia.
Hasil Yang Diharapkan
:
Pasien mempertahankan nutrisi adekuat
5.         Defisif pengetahuan.
Hasil Yang Diharapkan
:
Pasien mendapat informasi adekuat
III.            Intervensi
1.         Memaksimalkan efek terapeutik
1)        Berikan dextroamphetamin setelah makan dan tidak kurang dari 6 jam sebelum waktu tidur.
2)        Support emosional dan psikologis pasien dan keluarga.
3)        Jelaskan pada pasien yang mengalami obesitas bahwa pemberian agent anorectic hanyalah merupakan program kombinasi untuk menurunkan kalori disamping program konsultasi penerapan diet serta olah raga secara rutin.
4)        Dorong pasien untuk mengikuti kelompok – kelompok pendukung dan psikoterapi.
2.         Meminimalkan Efek Obat.
1)        Dorong dan support pasien untuk mengkonsumsi obat.
2)        Jelaskan pada pasien dan kelurga tentang pentingnya obat, minum obat sesuai instruksi jadwal minum obat, kemungkinan efek yang ditimbulkan, obat – obatan yang dihindari, potensi penyalahgunaan, tempat penyimpanan obat dan monitoring efek terapi.
3)        Jelaskan kepada orang tua yang memiliki anak mengkonsumsi stimulan untuk membuat jadwal minum obat untuk mencegah ketergantungan obat dan memberikan efek pada pertumbuhan.
4)        Jelaskan kepada pasien tentang penanganan efek yang ditimbulkan dan anjurkan pasien untuk mengkonsultasikan pada pemberi pelayanan keperawata  jika management diri tidak efektif atau jika efek yang ditimbulkan serius dan terus menerus dialami oleh pasien.
5)        Jika diduga terjadi toksisitas atau over dosis, maka perawat berkolaborasi dengan dokter untuk menurunkan dosis.
6)        Dorong pasien untuk menghindari menggunakan stimulant lain selama terapi dextroamphetamin seperti kafein, karena dapat menyebabkan stimulasi SSP berlebihan, irritabilitas dan gelisah.
7)        Jelaskan pada pasien untuk mengkonsumsi obat setiap pagi utuk mencegah terjadinya insomnia pada malam hari.
8)        Jelaskan pada pasien yang mengkonsumsi obat long – acting agar tidak mengunyah atau menghancurkan obat. Anjurkan pasien untuk menghubungi care provier jika mengalami gelisah, insomnia, mulut kering, diare, konstipasi, pusing, atau rasa tidak enak.
9)        Ajarkan pada pasien hal yang harus dilakukan jika pasien lupa mengkonsumsi obat. Jika pasien lupa, maka pasien harus segera minum obat pada saat ingat jika memungkinkan, tetapi tidak kurang dari 6 jam sebelum tidur untuk obat shor – acting dan tidak kurang dari 10 – 14 jam untuk long – acting untuk menghindari gangguan tidur. Jika pasien lupa minum obat hingga keesokan harinya maka pasien tidak perlu minum obat sebelumnya, tetapi hanya minum obat sesuai dosis per hari.
10)    Jelaskan kepada pasien bahwa terapi dextroamfetamin dapat mengganggu kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas yang membahayakan seperti mengendarai motor, mengoperasikan mesin, terutama effek obat belum diketahui.



DAFTAR PUSTAKA

, D.S., Cleveland, L.W., & Venable, S.J. ( 2002 ). Drug Therapy in Nursing. Philadephia : Lippincott William & Wilkins.

Katzung, Bertram G.2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.

Wibowo,S., Gofir, A. ( 2001 ). Farmakpterapi dalam Neurologi. Edisi pertama. Jakarta : Salemba Medika
 Katzung, Bertram G.2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar