OBAT
– OBATAN YANG MENSTIMULASI SISTEM SARAF
I.
Deskripsi
Obat – obatan stimulan sistem saraf pusat adalah obat
– obatan yang dapat bereaksi secara langsung ataupun secara tidak langsung pada
SSP. Yang termasuk obat stimulant SSP adalah amphetamine, methylphenidate,
pemoline dan cocaine. Stimulan yang paling ideal dan paling sering digunakan
adalah dextroamphetamine ( Dexedrine ).
Obat – obat yang bekerja
terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek farmakodinamiknya dibagi atas dua
golongan besar yaitu :
1.
Merangsang
atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung merangsang
aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya.
2.
Menghambat
atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak lansung memblokir proses
proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan saraf-
sarafnya.
Obat yang bekerja
pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat luas ( merangsang
atau menghambat secara spesifik atau secara umum ).
Kelompok obat memperlihatkan selektifitas yang jelas misalnya analgesik
antipiretik khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu pusat nyeri tanpa pengaruh
jelas.
II.
Klasifikasi Sistem Saraf Pusat
Obat yang bekerja terhadap SSP dapat dibagi dalam beberapa golongan besar,
yaitu:
1.
Psikofarmaka ( Psikotropika ).
1)
Psikoleptika ( menekan atau
menghambat fungsi – fungsi
tertentu dari SSP seperti hipnotika, sedativa dan tranquillizers, dan
antipsikotika ).
2)
Psiko – analeptika ( menstimulasi
seluruh SSP, yakni antidepresiva dan psikostimulansia ( wekamin ).
2.
Untuk gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS
( multiple
sclerosis ), dan penyakit Parkinson.
3.
Jenis yang memblokir perasaan sakit: analgetika,
anestetika umum, dan lokal.
4.
Jenis obat vertigo dan obat migrain ( Tjay, 2002 ).
Umumnya semua obat yang bekerja pada SSP menimbulkan efeknya dengan
mengubah sejumlah tahapan dalam hantaran kimia sinap ( tergantung kerja
transmitter )
III.
Obat Perangsang Sistem Saraf Pusat
Namun
Wibowo dan Gofir menyebutkan bahwa obat – obatan stimulan SSP memiliki efek
sebagai berikut.
1.
Amfetamin
1)
Indikasi
Untuk
narkolepsi, gangguan penurunan perhatian.
2)
Efek Samping
Euforia dan kesiagaan, tidak dapat tidur,
gelisah, tremor, iritabilitas dan beberapa masalah kardiovaskuler ( Tachicardia,
palpitasi, aritmia, dll ).
3)
Farmakokinetik
Waktu paruh
4 – 30 jam, diekskresikan lebih cepat pada urin asam dari pada urin basa
4)
Reaksi yang
merugikan
Menimbulkan
efek – efek yang buruk pada sistem saraf pusat, kardiovaskuler,
gastroinstestinal, dan endokrin.
5)
Dosis
Ø Dewasa : 5 – 20 mg
Ø
Anak > 6
th : 2,5-5 mg/hari
Gambar 1.1
Contoh Obat Amfetami
2.
Metilfenidat
1)
Indikasi
Pengobatan depresi mental, pengobatan keracunan depresan SSP, syndrom
hiperkinetik pada anak.
2)
Efek samping
Insomnia, mual, iritabilitas, nyeri abdomen, nyeri kepala, Tachicardia.
3)
Kontraindikasi.
Hipertiroidisme, penyakit ginjal.
4)
Farmakokinetik
Diabsorbsikan melalui saluran cerna dan diekskresikan melalui urin, dan
waktu paruh plasma antara 1 – 2 jam.
5)
Farmakodinamik
Ø Mula – mula = 0,5 – 1 jam
Ø P = 1 – 3 jam,
Ø L = 4 – 8 jam.
6)
Reaksi Yang
Merugikan
Takikardia, palpitasi, meningkatkan hiperaktivitas.
7)
Dosis
Pemberian
Ø Anak = 0.25 mg/kgBB/hr
Ø Dewasa = 10 mg 3x/hr
Gambar 1.1 Contoh
Obat Metilfenidat
3.
Pemolin
1)
Menaikkan
aktivitas katekolamin sentral.
2)
Menaikkan
sintesis dopamine dan konsentrasi dopamin.
3)
Memperbaiki
learning performace, atensi dan menurunkan impulsivitas.
IV.
Dosis
penggunaan obat – obatan stimulasi system saraf pusat.
1.
Amfetamin
dan dextroamfetamin.
Ø
Dewasa : Narcolepsi PO 5 – 60 mg / h.
Ø
Anak
> 6 tahun : Narcolepsi PO 5 mg/h saat
awal, 5 mg/mg untuk dosis efektif. Sedangkan ADHD PO 5 mg sekali – 2 kali sehar
awal, meningkat 5 mg / hr interval seminggu.
Ø
Anak
3 – 5 tahun : ADHD PO 2,5 mg/hr
meningkat 2,5 mg/h dalam seminggu.
2.
Methamfetamin
Ø
Dewasa : sama dengan
amfetamin.
Ø
Anak
< dan > 6 tahun : narkolepsi
tidak diberikan ADHD sama dengan amfetamin.
3.
Methilfenidate
( Ritalin ).
Secara kimiawi berhubungan dengan amfetamin dan
dgunakan untuk menangani ADHD pada anak dan narcolepsi pada orang dewasa.
Rintalin lebih poten dari pada kafein dan kurang poten dibandingkan dengan
amfetami. Pada dewasa narcolepsy PO 10 – 60 mg/hr dalam 2 – dosis ( 20 – 30
mg/hr ). Anak 6 tahun dan usila ADHD dibeikan 5 mg twice a day meningkat
menjadi 5 – 10 mg interval seminggu dan maksimun 60 mg/hari.
4.
Pemoline
Anak diatas 6 tahun diberikan 37,5 mg / hari PO dan
meningkat 18,75 mg setiap interval seminggu dan maksimum dosis 112,5 mg / hari.
Stimulan yang
diberikan short term ( 1 sampai 2 minggu ) menyebabkan
euphoria, optimis, perasaan “ senang “ secara umum dan
meningkatkan perhatian. Efek lain yang mungkin muncul adalah anoreksia,
insomnia, ansietas, iritabilitas, mengurangi kelelahan, meningkatkan tekanan
darah, menurunkan depresi.
Pada penggunaan
jangka panjang, amfetamin dapat menyebabkan waham, halusinasi, gangguan afek,
aktivitas motorik berulang, dan nafsu makan berkurang. Sedangkan pemberian obat
dosis tinggi secara berulang dapat menyebabkan pasien mengalami paranoid,
peningkatan temperature tubuh dan irama jantung irregular bahkan dapat
mengalami gagal jantung atau serangan jantung atau serangan yang mematikan.
Pemberian
amfetamin yang berulang dalam jangka waktu lama menyebabkan berkurangnya
cadangan katekolamin ( Prekursor Norepinefrin, dopamine dan serotonin ).
Metamfenamin juga dapat menyebabkan terjadi pengurangan kepadatan dan jumlah
neuron dilobus frontalis dan ganglia basalis.
Amfetamin
dikonsumsi melalui oral, dihisap, supositoria dan dapat melalui injeksi.
Pengaruh amfetamin tergantung pada jenis, jumlah dan cara menggunakannya. Dosis
rendah sampai doses sedang amfetamin adalah 5 – 50 mg dan dikonsumsi oral. Dosis
tinggi obat adalah lebih dari 100 mg biasanya intra veba.
Untuk
dextroamfetamin dosis rendah adalah 2,5 – 20 mg sedangkan dosis tinngi adalah
50 mg. dosis toksis amfetamin sangat bervariasi, reaksi ebat dapat terjadi pada
dosis 20 – 0 mg.
Efek
Dextroamfetamin dimulai sekitar 60 sampai 90 menit pasca pemberian dan mencapai
puncaknya sekitar 2 sampai 3 jam. Obat ini dimetabolisme dihati dan sebagian
dibuang melalui urine, dengan proses selama 12 sampai 24 jam.
Kontra indikasi
obat ini adalah arteriosklerosis, penyakit jatung simptomik, hipertensi
moderate – severe, hipertiroid, hipersensitifitas, glukoma atau riwayat
penyalahgunaan obat. Obat ini kontraindikasi pada 14 hari pertama setelah
menghentikan penggunaan obat monoamine oxidase inhibator ( MAOI ) karena terapi
MAOI merupakan predisposisi terjadinya peningkatan tekanan darah.
Oleh karena itu
pasien harus diobservasi untuk mencegah terjadinya hipertensi krisis, pasien
yang mengkonsumsi dextroamphetamin akan beresiko mengalami hipertensi,
peningkatan tekanan intraocular, penyalahgunaan obat.
Stimulan tidak
dapat dicampur dengan antidepresan atau obat Over – The – Counter ( OTC
) yang berisi dekongestan karena antidepresan dapat mempengaruhi efek stimulant
dan kombinasi stimulant dengan dekongestan dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi yang membahayakan pasien dan dapat menyebabkan terjadinya irama
jantung ireguler.
Pengawasan yang
ketat terhadap pertumbuhan dan perkembangan perlu diberikan pada anak – anak
yang mengkonsumsu amfetamin karena amfetamin meningkatkan sekresi hormone
pertumbuhan. Demikian pula pada ibu hamil, amfetamin tidak dapat diberikan pada
ibu hamil trimester pertama dan tidak diberikan pada ibu laktasi untuk mencegah
abnormalitas pertumbuhan janin dan iritabilitas saat menyusui bayi.
V.
Fisiologi
atau Patologi Obat Stimulan SSP
1.
Anatomi
dan Fisiologi
CNS adalah organ yang bertanggung jawab dalam system
control dan penjagaan fungsi – fungs kesadaran dan vegetative yaitu selera
makan, rasa kenyang, atensi, arousal, aktivitas dan respirasi. Hipotalamus
merupakan mediasi untuk rasa lapar ( selera makan ) dan rasa kenyang.
Mekanisme tidur dan bangun serta RAS ( Raeicular
Activating System ) diatur di Pons, sedangkan kontrol respirasi terjadi di pons
dan medulla. Obat stimulan mempengaruhi dopamine pada VTA ( Ventral Tegmental
Area ) yang terletak pada bagian ventral otak tengah, Nac ( Nucleus Accumbens )
yang terletak pada bagian ventral otak depan, dan korteks prefrontal.
Stimulant SPP dapat memprofokasi kuat terjadiya
peningkatan neurotransmuter dopamine, melepaskan norepinefrin walaupun tidak
sekuat dopamine. Beberapa derivate amfetamin juga mempunyai potensi untuk
melepaskan serotonin. Stimulant juga menurunkan reuptake neurotransmitter atau
menghambat enzim post sinap yang menghasilkan tingginya respon post sinap, dan
meningkatkan kesadaran. Mekanisme yang sama terjadi pada system saraf simpatis
dimana obat seperti amfetamin bereaksi tidak langsung sebagai agonist
adrenergik.
2.
Pathofisiologi
Dextroamphetamin mempunyai struktur kimia yang sama
dengan tubuh yaitu monoamine sehingga pemberian dextroamphetamin menyebabkan
meningkatkan jumlah kimiawi di otak yang akhirnya dapat menstimulasi keluarnya
norepinefrin dan pada dosis tinggi menstimulasi dopamine.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya konstriksi pembuluh
darah, peingkatan tekanan darah dan denyut jantung, peningkatan glukosa darah
dan system respirasi. Peningkatan dopamine akan menyebabkan euphoria pada
pasien.
Stimulant SSP indikasi untuk bermacam – macam penyakit
dan kondisi seperti narcolepsy ADHD, obesitas, dan stimulasi respires. Narcolepsi
adalah kondisi neurologis yang ditandai dengan gejala tidur gelombang cepat
atau Rapid – Eye – Movement ( REM ). Gangguan tidur REM dapat berupa kataplexy
( kehilangan control motorik secara tiba – tiba dan singkat ), paralisis tidur,
halusinasi hipnagogik, tidur abnormal – waktu timbulnya periode REM, dan
gangguan tidur siang.
VI.
Stimulasi
Respirasi
Keadaan hipekapni ( komplikasi postoperative pulmonal,
depresi respirasi, COPD, bayi premature ) dapat mendepresikan susunan saraf
pusat dan pusat respirasi sehingga diperlukan managemen farmakologik untuk
menstimulasi SSP seperti kafein dan doxapram yang bereaksi langsung pada pusat
pernafasan untuk menstimulasi ventilasi efektif dan mengembalikan kondisi hiperkapni
menjadi kondisi normal.
ADHD ( Attention Deficit – Hyperactivity Disorder )
adalah suatu keadaan yang ditandai dengan hiperaktifitas impulsive dan pola
perhatian yang rendah dan persisten yang dialami lebih sering dan lebih berat
dibandingkan dengan tingkat perkembangannya.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa etiologi ADHD adalah defisinsi
dopamine. Managemen penyakit ini biasanya pharmakoterapi dengan 1 atau lebih
obat stimulan yang dapat meningkatkan konsentrasi dopamine sehingga
meningkatkan konsentrasi dan perhatian serta menurunkan impulsive dan aktivitas
yang tidak memiliki tujuan.
Belum lama ditemukan neurotransmitter peptide baru
yang disebut Cocaine And Amphetamine
Regulated Transcript ( CART ) yang mula – mula diidentifikasi sebagai mRNA
( karena suatu transcript ) yang jumlahnya meningkat pada penggunaan kokain dan
amphetamine. Kemungkinan CART berperan dalam penyalahgunaan zat psikoaktif,
pengendalian stress dan perilaku makan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa metamfetamin
dapat menimbulkan kerusakan yang ireversibel pada pembuluh darah otak. Peneliti
menemukan kada N – Acethyl Aspartate (
NAA )( Metabolit Neuron ) menurun dan menemukan kadar Choline Containing Compounds san Myoinositor ( MI ) meningkat yang merupakan reaksi akibat
kerusakan neuron karena metamfetamin.
ASUHAN KEPERAWATAN
I.
Pengkajian
Hal
– hal yang perlu dikaji pada pasien dengan konsumsi oabt stimulant SSP adalah :
1.
Status
Kesehatan
Kaji efek terapi, kaji adanya Aterosklerosis, penyakit
Kardiovaskuler, Hipertensi, Hipertiroidisme, Hipersensitifitas yang diketahui,
Glukoma, Agitasi, riwayat penyalahgunaan obat, atau riwayat penggunaan MAOI dan
riwayat merokok.
2.
Kaji
riwayat kehamilan dan laktasi.
Kaji usia pasien karena pasien yang sangat muda dan
sangat tua akan berisiko terjadinya Agitasi dan Restlessnes. Kaji pertumbuhan
anak.
3.
Gaya
Hidup, Kebiasaan dan Diet.
Kaji riwayat penyalahgunaan obat dan alcohol, kaji
pola makan, dan pola tidur.
4.
Lingkungan
Kaji tempat penyimpanan obat dan kaji keamanan pasien
dan dimana pasien biasa mendapatkan obat.
5.
Budaya
Kaji budaya da terapi – terapi alternative pasien
untuk menghindarkan interaksi obat – obatan yang dikonsumsi pasien.
II.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan efek obat atau penggunaan kafein.
Hasil Yang Diharapkan
|
:
|
Pasien mempertahankan pola tidur normal dengan
mempertahankan kebersihan saat tidur dan sedasi
|
2.
Keterlambatan
pertumbuhan da perkembangan berhubungan dengan efek obat.
Hasil Yang Diharapkan
|
:
|
Pasien mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
normal.
|
3.
Resiko
terjadi injuri
Hasil Yang Diharapkan
|
:
|
Pasien tidak mengalami injuri.
|
4.
Ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penyalahgunaan amphetamine dan anoreksia.
Hasil Yang Diharapkan
|
:
|
Pasien mempertahankan nutrisi adekuat
|
5.
Defisif
pengetahuan.
Hasil Yang Diharapkan
|
:
|
Pasien mendapat informasi adekuat
|
III.
Intervensi
1.
Memaksimalkan
efek terapeutik
1)
Berikan
dextroamphetamin setelah makan dan tidak kurang dari 6 jam sebelum waktu tidur.
2)
Support
emosional dan psikologis pasien dan keluarga.
3)
Jelaskan
pada pasien yang mengalami obesitas bahwa pemberian agent anorectic hanyalah
merupakan program kombinasi untuk menurunkan kalori disamping program
konsultasi penerapan diet serta olah raga secara rutin.
4)
Dorong
pasien untuk mengikuti kelompok – kelompok pendukung dan psikoterapi.
2.
Meminimalkan
Efek Obat.
1)
Dorong
dan support pasien untuk mengkonsumsi obat.
2)
Jelaskan
pada pasien dan kelurga tentang pentingnya obat, minum obat sesuai instruksi
jadwal minum obat, kemungkinan efek yang ditimbulkan, obat – obatan yang
dihindari, potensi penyalahgunaan, tempat penyimpanan obat dan monitoring efek
terapi.
3)
Jelaskan
kepada orang tua yang memiliki anak mengkonsumsi stimulan untuk membuat jadwal
minum obat untuk mencegah ketergantungan obat dan memberikan efek pada
pertumbuhan.
4)
Jelaskan
kepada pasien tentang penanganan efek yang ditimbulkan dan anjurkan pasien
untuk mengkonsultasikan pada pemberi pelayanan keperawata jika management diri tidak efektif atau jika
efek yang ditimbulkan serius dan terus menerus dialami oleh pasien.
5)
Jika
diduga terjadi toksisitas atau over dosis, maka perawat berkolaborasi dengan
dokter untuk menurunkan dosis.
6)
Dorong
pasien untuk menghindari menggunakan stimulant lain selama terapi
dextroamphetamin seperti kafein, karena dapat menyebabkan stimulasi SSP
berlebihan, irritabilitas dan gelisah.
7)
Jelaskan
pada pasien untuk mengkonsumsi obat setiap pagi utuk mencegah terjadinya
insomnia pada malam hari.
8)
Jelaskan
pada pasien yang mengkonsumsi obat long – acting agar tidak mengunyah atau
menghancurkan obat. Anjurkan pasien untuk menghubungi care provier jika
mengalami gelisah, insomnia, mulut kering, diare, konstipasi, pusing, atau rasa
tidak enak.
9)
Ajarkan
pada pasien hal yang harus dilakukan jika pasien lupa mengkonsumsi obat. Jika
pasien lupa, maka pasien harus segera minum obat pada saat ingat jika
memungkinkan, tetapi tidak kurang dari 6 jam sebelum tidur untuk obat shor –
acting dan tidak kurang dari 10 – 14 jam untuk long – acting untuk menghindari
gangguan tidur. Jika pasien lupa minum obat hingga keesokan harinya maka pasien
tidak perlu minum obat sebelumnya, tetapi hanya minum obat sesuai dosis per
hari.
10)
Jelaskan
kepada pasien bahwa terapi dextroamfetamin dapat mengganggu kemampuan pasien
dalam melakukan aktivitas yang membahayakan seperti mengendarai motor,
mengoperasikan mesin, terutama effek obat belum diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
|
, D.S., Cleveland, L.W., & Venable, S.J. ( 2002 ).
Drug Therapy in Nursing. Philadephia : Lippincott William & Wilkins.
|
Katzung, Bertram G.2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta: Salemba
Medika.
|
Wibowo,S., Gofir, A. ( 2001 ). Farmakpterapi dalam Neurologi. Edisi
pertama. Jakarta : Salemba Medika
|
Katzung, Bertram G.2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta: Salemba
Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar